Rabu, 05 Mei 2010

Truncus Arteriosus Persistent

oleh: dr. Tawanita Brahmana


I. Pendahuluan

Trunkus Arteriosus Persisten (TAP) merupakan malformasi kardiovaskuler kongenital yang relatif jarang terjadi.1 Angka prevalensi berkisar 0,5 sampai 0,9 % dari 10.000 kelahiran hidup,2 dan mencapai 0,7% dari seluruh kasus kelainan jantung bawaan.3 Definisi TA persisten secara umum mencakup adanya defek septum ventrikel (DSV) dan keluarnya satu pembuluh darah besar (aorta) dari basis jantung tepat dibawah defek septum ventrikel, dan kemudian memberi percabangan ke arteri koroner, arteri pulmonalis melanjutkan ke arkus Aorta.4,



Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa gagal jantung dan sianosis, tergantung dari besarnya aliran darah ke paru-paru. Diagnosis TAP merupakan indikasi operasi. Penelitian terdahulu memperlihatkan angka mortalitas total koreksi yang dilakukan dibawah umur 2 tahun sebanyak 30%, namun, seiring dengan majunya tenik operasi saat ini, outcome operasi menjadi lebih baik. Total koreksi dini dilakukan untuk mencegah proses perjalanan penyakit akibat aliran darah berlebih ke paru yang jika tidak dikoreksi akan meningkatkan tekanan di pulmonal dan kemudian dapat berlanjut menjadi penyakit vaskular obstruksi paru1.

Kasus TAP dengan hipertensi pulmonal (PH) di negara maju sudah jarang dijumpai. Hal ini diakibatkan oleh diagnosis dan total koreksi yang dilakukan sedini mungkin. Laporan kasus ini, memperlihatkan seorang penderita yang terdiagnosis TAP dengan hipertensi pulmonal di usia yang sudah beranjak remaja.

Penatalaksanaan terapi penderita TAP dengan resistensi paru yang tinggi melebihi 8 unit/m2 secara umum sama dengan penderita Sindroma Eissenmenger dengan segala komplikasinya

Laporan kasus ini bertujuan untuk mempelajari salah satu jenis penyakit kelainan penyakit jantung bawaan biru, yaitu TAP dan penatalaksanaannya.


II. Laporan Kasus

Seorang anak perempuan beumur 14 tahun datang dengan keluhan utama sesak nafas yang dirasakan sejak berumur 4 bulan. Sesak awalnya terlihat pada saat os demam atau batuk pada waktu bayi. Namun, seiring dengan bertambahnya umur, sesak saat ini juga dirasakan jika os berjalan agak cepat, naik tangga atau sedang bermain. Pada umur 4 tahun, ibu os mengatakan bahwa jari-jari kedua tangan dan kaki serta bibir os mulai terlihat biru jika os kecapekan. Riwayat squatting atau hypercyanotic spell tidak dijumpai. Ibu os juga mengeluh os sering batuk-pilek sejak lahir dan berat badan os sulit naik. Os nampak lebih kecil dan pendek dibandingkan dengan teman sebayanya. Karena sering batuk dan pilek, os sering berobat ke Puskesmas. Jika diberi obat, batuk-pilek serta sesak berkurang namun sering kambuh lagi. Saat os menginjak umur 11 tahun, mantri di puskesmas tempat os biasa berobat, menyatakan os ada kelainan jantung sehingga os dirujuk untuk penanganan lebih lanjut. Os adalah anak bungsu dari sepuluh bersaudara. Saudara os lainnya sehat. Saat mengandung os, ibu os berumur 42 thn dan ayahnya saat itu berumur 45 thn. Selama hamil os, ibu os tidak pernah sakit parah, tidak mengkonsumsi sembarang obat atau jamu-jamuan. Tidak merokok atau minum alkohol. Os dilahirkan secara spontan, langsung menangis, ditolong bidan, cukup bulan, dengan berat badan lahir 3000 gram.

Pada pemeriksaan fisik dijumpai kesadaran kompos mentis, tekanan darah 110/60 mmhg, denyut nadi sekitar 100x/m, RR 22x/m, temperatur afebris. Konjungtiva pucat dan sklera ikterik tidak dijumpai. Tekanan vena jugularis normal. Suara pernafasan vesikuler, tanpa adanya ronkhi maupun wheezing. Terdengar murmur pansistolik grade 4/6 di sepanjang batas tepi kiri sternum, dengan punctum maximum di LLSB. Bunyi suara S2 terdengar tunggal dan mengeras. Pemeriksaan abdomen dalam batas normal tanpa hepatomegali. Tidak dijumpai edema pretibia, pulsasi Arteri dorsalis teraba sama kiri dan kanan, dijumpai clubbing dan sianosis pada ujung-ujung kedua jari tangan dan kaki. Pemeriksaan fisik dilakukan dalam rangka persiapan untuk tindakan penyadapan jantung. Saat itu os sudah dengan terapi diuretik (furosemid tab 40 mg tab 1 x1/2) yang diresepkan dokter di Poli kardiologi RS HAM seminggu sebelum tindakan penyadapan dilakukan.

Elektrokardiografi menunjukkan irama sinus takikardi dengan denyut jantung sekitar 120x/menit, aksis QRS RAD, dijumpai P mitral, interval PR sekitar 0,12 detik, durasi QRS 0,08 detik, tanda RVH dijumpai, sedangkan LVH dan ventrikular ekstrasistol tidak dijumpai. Kesimpulan EKG adalah sinus takikardi dengan RAD, LAH dan RVH





Gambar 1. Elektrokardiografi




Foto toraks PA menunjukkan kardiomegali dengan CTR 55%, segmen aorta normal, segmen pulmonal sedikit menonjol, dijumpai kongesti minimal, infiltrat tidak dijumpai.

Gambar 2. Foto Toraks PA



Hasil pemeriksaan darah rutin menunjukan kadar hemoglobin sedikit meningkat 15,8 gram%, eritrosit 5.50, leukosit 7080/mm3, hematokrit 46,6%, dan trombosit 286.000/mm3. Kadar SGOT 17 U/L, SGPT 7U/L, Gula darah puasa 78mg/dl, sementara ureum serta kreatinin masing-masing 15mg/dl dan 0,4mg/dl. Kadar Natrium 139 mEq/L, Kalium 4,0mEq/l dan Klorida 101mEq/L.


Ekokardiografi

Dijumpai atrial situs solitus, defek septum Interatrium tidak dijumpai, dijumpai defek di septum ventrikel dengan diameter 20mm. Atrioventrikular konkordans. Dijumpai aorta overriding, aorta deskendens kesan dilatasi, katup pulmonal sulit diidentifikasi. Saat itu, kesimpulan ekokardiografi adalah DSV dengan atresia pulmonal dan aorta overiding dan MAPCAS atau suatu DSV dengan Trunkus Arteriosus


Gambar 3. Ekokardiografi








Penyadapan Jantung

Tabel.1 hasil data Penyadapan Jantung

Posisi Sat 02 (%) Pressure (mmhg)
Sup Vena Cava high 64,3
Sup vena Cava low 62,6
Righ Atrium High 70,8
Righ Atrium Middle 67,3 a = 9 v = -1 m =3
Righ Atrium Low 71,5
Inferior vena Cava 69
Right Ventricle 77,7 m = 13
Right Pulmonary Vein
Mean pulmonary artery 85,2 m = 93
Left Pulmonary Vein
Left Atrium
Left Ventricle 95,5 m = 24
Aorta 86,8 m = 99






Hasil penyadapan jantung menunjukan aorta askendens keluar dari ventrikel kiri . MPA keluar dari aorta askendens torakalis dan bercabang menjadi RPA dan LPA. Dijumpai DSV infundibular. Dari hasil tersebut disimpulkan adanya Trunkus Arteriosus type I dengan DSV infudibuler.


III. Diskusi Kasus

Trunkus Arteriosus persisten (TAP), juga dikenal dengan trunkus arteriosus komunis, common aorticipulmonary trunk,4 merupakan malformasi kongenital kardiovaskular yang jarang terjadi. Angka kejadiannya berkisar 0,5 sampai 0,9 per 10.000 kelahiran hidup,2 dan mencapai 0,7% dari seluruh kelainan jantung kongenital.3

Secara definisi, TAP merupakan kelainan jantung bawaan dimana didapati hanya satu pembuluh darah besar, dalam hal ini Aorta, yang keluar dari basis jantung, untuk kemudian bercabang menjadi arteri pulmonalis, arteri koroner dan kemudian melanjutkan diri menjadi aorta descendens untuk perdarahan sistemik. Hanya terdapat satu katup trunkus, dan dibawah katup tersebut terdapat DSV.4

Pada fase embrio, lekuk trunkus terbentuk di trunkus arteriosus sejak umur gestasi 5 minggu dan terus bersambung dengan septum konus. Lekuk trunkus ini secara perlahan bersatu sehingga trunkus arteriosus terpisah menjadi 2 saluran, yaitu aorta dan trunkus pulmonalis. Formasi spiral dari lekuk trunkus ini secara normal menyebabkan aorta terletak di posterior dan di sebelah kanan arteri pulmonalis. Konus kordis berkembang menjadi ventrikel kiri dan ventrikel kanan bila pertumbuhan konus septum lengkap, Trunkus dan konus septum akhirnya bersatu, menyebabkan ventrikel kanan mengalir ke arteri pulmonalis dan ventrikel kiri ke aorta. TAP terjadi akibat kegagalan lekuk trunkus dan septum aortikopulmonal berkembang dan terpecah menjadi aorta dan trunkus pulmonalis.5

Sebanyak 30% dari seluruh kasus TAP berhubungan dengan anomali lain seperti DiGeorge Syndrome atau velocardiofacial syndrome. Kedua sindroma ini berhubungan dengan delesi kromosom 22q11.6

Klasifikasi TAP menurut Collet dan Edward berdasarkan percabangan dari arteri pulmonalis terhadap trunkus terbagi menjadi 4, yaitu : type I, dimana Mean Pulmonary Artery (MPA) keluar dari trunkus dan kemudian bercabang menjadi Right Pulmonary Artery (RPA) dan Left Pulmonay Artery (LPA). Type II, tidak dijumpai MPA, orifisium RPA dan LPA terletak berdekatan, biasanya keluar dari bagian posterior trunkus. Type III, orifisium RPA dan LPA terpisah jauh dari biasanya keluar dari kedua sisi lateral trunkus. Type IV, cabang arteri pulmonal keluar dari aorta descenden, type ini dianggap merupakan variasi dari TOF. Selain klasifikasi diatas, juga dikenal klasifikasi menurut Van Praag, yaitu type A1 yang serupa dengan type I dari Collet – Edwards, type A2 lebih kurang sama dengan type II dan III, type A3 adalah jika salah satu cabang arteri pulmonalis tidak dijumpai keluar dari badan trunkus dan paru-paru yang bersangkutan mendapat supply darah dari duktus arteriosus atau dari arteri kolateral yang lain. ype A4 berhubungan dengan tidak berkembangnya arkus aorta, termasuk hypoplasia tubulus, koartasio yang diskret atau keduanya.1,4

DSV pada TAP biasanya besar, terletak dibawah katup trunkus dan terjadi karena tidak sempurnanya pertumbuhan septum infundibulum. Defek tersebut “tersembunyi” antara bagian inferior dan superior dari septal band. Beberapa sumber terdahulu melaporkan bahwa diagnosis TAP tidak harus disertai dengan DSV. Pada kasus yang sangat jarang, dijumpai TAP tanpa defek septum ventrikel.7 Namun, sumber-sumber terbaru tetap menyatakan TAP berhubungan dengan DSV yang besar 1,4

Bersatunya bagian inferior dan parietal septal band memisahkan katup tricuspid dari katup trunkus dan katup mitral. Septum infudibulum dan muskulus papillaris bagian medial dari katup tricuspid biasanya tidak dijumpai, arkus aorta terletak di kanan.1

Katup trunkus dapat normal, mengalami stenosis ataupun regurgitasi dengan jumlah kuspid yang bervariasi. Biasanya trikuspid (69% kasus), namun, dapat juga dijumpai katup quadrikuspid (22%), bikuspid (9%), dan pentakuspid (0,3%)1,8.

Karena defek septum ventrikel yang overriding dengan katup trunkus, sebanyak 68% sampai 86% trunkus berasal dari kedua ventrikel. Sebanyak 11% sampai 29% kasus, seluruh katup trunkus berasal dari ventrikel kanan dan hanya 4% sampai 6% berasal dari ventrikel kiri.1

Anomali dari arteri koroner dijumpai sebanyak 30% dari seluruh kasus TAP.1 Karena LAD biasanya kecil dan dan terletak lebih ke kiri, maka conus branch dari RCA biasanya lebih prominen dan mensuply sebagian besar cabang ke RVOT. Pada 27% kasus TAP, PDA berasal dari LCX.1 Anomali ostium arteri koroner dijumpai sebanyak 37% sampai 49% dari TAP. Arteri koroner kiri cenderung berasal dari bagian posterolateral kiri trunkus dan arteri koroner kanan berasal dari anterolateral trunkus. Pada kasus dimana hanya terdapat satu ostium koroner, biasanya berhubungan dengan dominasi arteri koroner kiri.. Jika kedua ostium dijumpai, keduanya berasal dari sinus trunkus yang sama, atau salah satunya berasal dari sinus non koroner.1,8










Gambar 4. Kalsifikasi Trunkus Arteriosus Persisten menurut Collet-Edwards dan Van Praag




Pada TAP, hanya aorta yang keluar dari jantung, sedangkan MPA atau cabangnya keluar dari trunkus, dan trunkus kemudian melanjutkan diri sebagai aorta. DSV besar terletak dibawah katup trunkus . Kedua kelainan ini menyebabkan pencampuran yang sempurna dari darah vena dan darah arteri sehingga saturasi oksigen pada arteri pulmonalis dan aorta menjadi sama. Tekanan pada kedua ventrikel, aorta dan arteri pulmonalis juga lebih kurang sama. Besarnya aliran ke pulmonal tergantung pada diameter total penampang arteri pulmonalis. Jika aliran ke paru-paru kurang, maka pada penderita akan timbul sianosis. Namun, jika aliran ke paru-paru berlebih, maka akan terjadi edema paru. Onset edema paru tersebut tergantung pada umur penderita. Edema paru belum muncul di bawah umur 3 bulan karena tekanan vaskular di paru-paru masih relatif tinggi. Peningkatan tekanan vaskular paru biasanya tidak melebihi 4 unit/m2 pada bayi berumur dibawah 3 bulan. Setelah tekanan di paru bergerak turun, gejala edema paru timbul. Aliran paru berlebihan ini membuat saturasi di aorta terjaga di kisaran 85%. Aliran ke paru-paru yang berlebih ini, jika tidak segera diintervensi, akan berkembang ke arah penyakit vaskular paru obstruksi1,3,4,8

Manifestasi klinis yang timbul tergantung dari besarnya alirah darah ke paru-paru. Jika alirannya kecil, maka klinis yang nampak adalah sianosis. Sedangkan jika aliran ke paru-paru berlebih, maka manifestasi gagal jantung menjadi dominan. Jika tekanan di paru meningkat, biasanya keluhan sesak nafas akibat edema paru berkurang, namun seiring dengan hal tersebut penyakit vaskular paru obstruksi mulai berjalan. Gejala klinis lainnya adalah dypsnoe, gagal tumbuh kembang dan infeksi paru berulang.1,3,4 Jika tidak segera dilakukan operasi total koreksi, biasanya pada usia yang lebih dewasa, akan timbul penyakit vaskular paru yang berujung ke sindroma eissenmenger dengan segala komplikasinya.9,10

Pemeriksaan fisik yang dapat dijumpai meliputi : tanda sianosis sentral berupa tanda kebiruan pada lidah dan kuku jari tangan maupun kaki, clubbing finger biasanya dijumpai pada usia diatas 6 bulan5 , Teraba pulsasi perifir yang bounding dan melebar. Dijumpai rales pada penderita yang mengalami edema paru. Murmur sistolik grade 2-4/6 dapat terdengar sepanjang batas kiri sternum. Bunyi sistolik klik sering terdengar pada apeks jantung dan ULSB, S2 terdengar tunggal. Jika katup trunkus mengalami regurgitasi, maka dapat terdengar murmur dekresendo pada awal diastolik.1,4

Elektrokardiografi biasanya menunjukkan aksis frontal yang normal atau sedikit berdeviasi ke kanan disertai kombinasi hipertropi ventrikel kiri dan kanan. Pembesaran atrium kiri terkadang dijumpai. Hipertropi ventrikel kanan atau kiri saja jarang dijumpai.1,3,4,8

Gambaran foto toraks PA tidak terlalu spesifik pada TAP. Selain kardiomegali, biasanya dijumpai peningkatan vaskularisasi paru akibat aliran berlebih ke paru-paru. Namun pada kasus dimana sudah terjadi penyakit paru vaskular obstruksi, didapati diproporsi pembesaran arteri pulmonalis sentralis dengan pengurangan vaskularisasi ke distal percabangan arteri pulmonalis. Arkus aorta terletak di kanan pada sekitar 30% kasus TAP, dan kombinasi arkus aorta yang ke kanan dengan peningkatan vaskular paru merupakan gambaran khas foto toraks pada TAP.1,3,8

Ekokardiografi merupakan prosedur diagnostik untuk menegakkan diagnosis TAP. Pada potongan parasternal long axis, nampak satu pembuluh darah besar terletak overriding terhadap septum ventrikel. Anatomi proksimal arteri pulmonal dapat diidentifikasi dengan potongan high short axis, atau dari potongan subkostal..Abnormalitas katup trunkus dapat dijumpai seperti : jumlah kuspid dan leaflet yang bervariasi, jika dijumpai katup trunkus yang inkompetens, maka severitas dari regurgitasi katup dapat dinilai dengan evaluasi color Doppler1,2,4,8.

Penyadapan jantung dilakukan pada kasus dimana anatomi arteri pulmonalis sulit divisualisasi dengan ekokardiografi atau jika diperlukan informasi yang lebih lengkap mengenai katup trunkus. Pengukuran saturasi serta tekanan di arteri pulmonal, aorta dan ruang-ruang jantung diperlukan untuk melihat resistensi vaskular paru. Sering dijumpai pressure dan flow yang tidak sama antara LPA dan RPA, sehingga kalkulasi resistensi paru menjadi sulit. Pada kondisi ini, operasi koreksi total dilakukan pada arteri pulmonalis yang mempunyai pressure yang lebih rendah. Sebaliknya,desaturasi arteri sistemik yang bermakna pada TAP dengan 2 arteri pulmonal tanpa stenosis, menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi di paru-paru yang kemungkinan irreversible.8,12

Jika diagnosis TAP telah ditegakkan, maka operasi koreksi total merupakan indikasi kuat pada setiap penderita. Operasi koreksi tersebut sebaiknya dilakukan sedini mungkin setelah diagnosis ditegakkan terutama pada bayi-bayi baru lahir. Banyak senter telah menetapkan bahwa operasi koreksi sebaiknya dilakukan sebelum penderita berusia 3 bulan.12 Seperti diketahui, tekanan di paru-paru akan mengalami penurunan secara bermakna setelah 6 minggu kelahiran dimana saat itu kecenderungan aliran darah ke paru-paru akan bertambah banyak sehingga dapat terjadi edema paru yang jika tidak segera dikoreksi akan jatuh ke penyakit vaskular paru obstruktif.1,3, 4, 10,11

Beberapa senter menetapkan PARI kurang dari 10 unit/m2 (senter lainnya menetapkan kurang dari 8 unit/m2) dapat memberikan outcome yang baik terhadap operasi koreksi total. Namun, faktor lain seperti lesi anatomi yang spesifik serta respons terhadap test agen vasodilator juga ikut dipertimbangkan untuk pengambilan keputusan apakah pasien layak dioperasi atau tidak.1,9,10

Secara mendasar, operasi koreksi total pada TAP mencakup, penutupan defek septum ventrikel, memisahkan arteri pulmonalis dari badan trunkus dan kemudian membuat hubungan (conduit) dari arteri pulmonalis ke ventrikel kanan, jika dijumpai katup trunkus yang inkompeten, maka operasi repair atau replacement dari katup dilakukan bersamaan dengan operasi definitif dari TAP.1,4,11 Telah dikenal 2 teknik operasi total koreksi TAP type 1, yaitu teknik modifikasi Rastelli dan teknik Barbero Marcial.4

Jika resistensi paru sudah lebih dari 8unit/m2, maka operasi total koreksi tidak akan memberikan manfaat.11 Pada kondisi ini, manajemen terapi sama dengan penderita penyakit jantung bawaan dengan defek left to right yang sudah mengalami sindroma eissenmenger dengan segala komplikasinya.9,12

Telah dilaporkan satu kasus seorang anak perempuan berumur 14 tahun dengan kelainan jantung bawaan biru. Namun, dari anamnesis dijumpai keluhan sesak nafas lebih dominan dari pada keluhan biru. Sesak nafas dilaporkan sejak os berumur 4 bulan terutama jika os demam atau batuk. Biru baru nampak nyata saat os berumur 4 tahun, terutama jika os kecapekan atau menangis. Hasil elektrokardiografi menunjukan aksis ke kanan dan hipertropi atrium kiri dan ventrikel kanan, suatu gambaran EKG yang jarang dijumpai karena biasanya gambaran EKG pada penderita TAP didapati kombinasi hipertropi ventrikel kanan dan kiri. Foto toraks menunjukan kardiomegali , segmen pulmonal yang prominent dan dijumpai peningkatan vaskularisasi paru, hal ini mendukung dugaan kearah TAP, namun gambaran arkus aorta yang terletak di kanan tidak dijumpai pada penderita ini. Peningkatan kadar hemoglobin 15,8 gram/dl dijumpai pada pasien ini, namun belum dikategorikan polisitemia karena kadar hematokrit masih dalam batas normal, yaitu 46,6%. Ekokardiografi pada pasien ini menunjukan adanya DSV dengan aorta yang overriding, katup trunkus yang tricuspid tanpa dijumpai adanya regurgitasi maupun stenosis, sementara katup pulmonal sulit divisualisasi.
Karena katup pulmonal sulit divisualisasi dari ekokardiografi, sementara dijumpai DSV yang besar disertai aorta yang overriding, maka differensial diagnosis pada pasien ini adalah DSV dengan aorta overriding dengan atresia pulmonal disertai MAPCAS atau kemungkinan suatu TAP. Hasil penyadapan jantung menegakkan diagnosis pasti adanya TAP type 1. Tidak dilakukan operasi total koreksi pada penderita mengingat resistensi di paru-paru sudah sangat tinggi (mean = 93 mmhg). Manajemen ke depan terhadap os adalah untuk mencegah perjalanan penyakit paru obstruktif kearah sindroma eissenmenger. Terapi diuretika dosis rendah, dalam hal ini furosemid 40 mg tab 1 x1/2, dengan spironolaktone 25 mg tab 1x1 diberikan kepada penderita. Saran untuk kontrol teratur ke kardiologist agar pemantauan perjalanan penyakit dan terapi untuk mengurangi keluhan Sindroma Eissenmenger telah diinformasikan kepada penderita.

IV. Kesimpulan

Trunkus arteriosus persisten merupakan penyakit kardiovaskular kongenital yang jarang terjadi. Diagnosis TAP merupakan indikasi operasi total koreksi. Operasi total koreksi idealnya dilakukan sedini mungkin untuk mencegah aliran darah berlebih ke paru-paru yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit vaskular paru obstruktif. Namun, apabila telah terjadi peningkatan resistensi pulmonal (di atas 10 unit/m2), maka penatalaksanaan hanya ditujukan untuk mencegah atau menghambat perjalanan penyakit vaskular paru dengan segala komplikasi yang ditimbulkannya.


V. Daftar Pustaka

1. Cabalca A, Edward W, Dearani J. Truncus Arteriosus. In : Allen, Hugh D et al. Moss and Adams’Heart Disease in Infants, Children, and Adolecents : Including the Fetus and Young Adults. 7th ed. Baltimore : Lippincott Williams and Wilkins. 2008, p.919-921.
2. Yu-gi Z, Rong S, et al.Persisten truncus atreriosus with intact ventricular septum diagnosed by echocardiography. Chinese Medical J, 2009 ; 122 (22) : 2798-2800.
3. Driscol David J. Fundamentals of Pediatric Cardiology. 1st ed . Baltimore : Lippincot Williams and Wilkins. 2006, p.74-88
4. Park Myung K. Pediatric Cardiology for Practicioners. 4th ed. Texas : Mosby. 2002, p.223-226.
5. Nicholas G, et al. Critical Heart Disease in Infants and Children. 2nd ed. Texas : Mosby. 2006, Chap 31.
6. William MJ, Black DM, et al. Factors Associated with Outcome of Persistent Truncus Arteriosus. American College of cardiology J. 1995 : 34 : 545-548.
7. Carr I, Bharati S, Kusnoor V. Truncus Arteriosus Communis with Intact Ventricular Septum. British Heart J, 1979 : 42 :97-102
8. Friedman W, Silverman N. Congenital Heart Disease in Infancy and Childhood. Dalam : Braunwald B. Textbook of Cardiovascular Medicine. 7th ed. 2005, p.1536-1537.
9. Warrens C, Williams R, et al. ACC/AHA Guideline for the Management of Adult Congenital with Cyanotic Heart Disease. ACC J, 2008 : 52 : 240-250.
10. Gatzoulis MA, swan L, Therrien J, Pantely GA. Adult Congenital Heart Disease. 1st ed. Massachusetts : Blackwell Publishing 2005, p. 174-175.
11. Stark J, De Leval J, Tsang VT. Surgery for Congenital Heart Defect. 3rd ed.Australia : John Wiley & Sons, Ltd. 2006, p.515-522
12. Barst R. Pulmonary Arterial Hypertension. 1st ed. Australia : John Wiley & Sons, Ltd. 2008, P.7-20






2 komentar:

  1. Untuk penyebab kasus ini apa ya dokter? Apakah bisa dicegah atau diketahui ketika masih janin?

    BalasHapus
  2. anakku juga meninggal akibat dari penyakit ini....
    aku sampe jadi trauma untuk punya baby lagi...
    anakku meninggal di usia 7 bln...
    kami tinggal di manado, waktu sakit anakku di tangani oleh dr. David Kaunang dan Dr, prof mantik...
    sebenarnya apa penyebab terjadiny jantung bawaan trunchus arteriosus ini???
    kenapa terjadi pd anak ku yg kedua dan bkn pd anak yg pertama????
    pdhal kehamilan dan kelahiran anak kedua kami sdh sangat di rencanakan dan di nantikan, cara melahirkanku pun di operasi caesar,sama seperti persalinanku yg pertama, mohon tanggapannya, terima kasih....

    BalasHapus