Rabu, 22 Desember 2010

ARITMIA PADA ANAK

oleh: Rosmaliana

PENDAHULUAN

Frekuensi dan tanda klinis aritmia yang terjadi pada anak berbeda dengan yang terjadi pada orang dewasa. Walaupun aritmia pada bayi dan anak frekuensi terjadinya lebih jarang, namun ini memerlukan perhatian dari klinisi untuk dapat mengenali dan melakukan penanganan yang tepat terhadap aritmia yang terjadi tersebut. Sebab manifestasi dari aritmia itu sendiri serta pendekatan klinisnya berbeda antara pada anak dibandingkan pada orang dewasa 4.

Aritmia dapat juga didefinisikan sebagai variasi dan abnormalitas pada pembentukan impuls, perambatan impuls, dan pengaruh otonomik 6.

Aritmia pada anak terjadi pada 55,1 per 100.000 kasus di unit gawat darurat anak. Arimia yang sering terjadi pada anak secara berurutan adalah sinus takikardi (50%), Supraventrikular takikardia ( 13 %), bradikardi (6 %), dan atrial fibrilasi (4,6% ) 2.

Penegakkan diagnosa aritmia pada anak menjadi suatu tantangan bagi para klinisi karena banyaknya gejala yang tidak spesifik yang dikeluhkan oleh anak, seperti tidak mau makan, gelisah, pusing. Namun, dengan gejala yang tidak khas ini hendaknya diagnosa tetap dapat ditegakkan sehingga penanganan dapat segera dilakukan.

DSV DAN PENATALAKSANAANNYA

oleh: Tengku Winda Ardini

PENDAHULUAN

Penyakit jantung bawaan (PJB) pada bayi dan anak cukup banyak ditemukan di Indonesia. Laporan dari berbagai penelitian di luar negeri menunjukkan 6-10 dari 1000 bayi lahir hidup menyandang penyakit jantung bawaan1.

Secara garis besar penyakit jantung bawaan dibagi dalam dua kelompok: (1) penyakit jantung bawaan non-sianotik; (2) penyakit jantung bawaan sianotik. Penyakit jantung bawaan non sianotik merupakan kelompok penyakit terbanyak yakni sekitar 75% dari semua PJB. Berdasarkan hemodinamiknya PJB non sianotik dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok: (1) kelompok dengan pirau kiri ke kanan seperti Duktus Arteriosus Persisten (DAP), Defek Septum Atrium (DSA), dan Defek Septum Ventrikel (DSV); (2) kelompok dengan obstruksi jantung kanan seperti stenosis katup pulmonal (3) kelompok dengan obstruksi jantung kiri, seperti stenosis katup aorta, koartasio aorta, dan stenosis mitral1.

Defek septum ventrikel (DSV) adalah kelainan jantung bawaan berupa tidak terbentuknya septum antara ventrikel jantung kiri dan kanan sehingga antara keduanya terdapat lubang (tunggal atau multipel) yang saling menghubungkan2. Pertama kali dikemukakan oleh Dalrymple pada 18473. Defek ini merupakan salah satu jenis PJB yang paling sering ditemukan yakni sekitar 20-30% dari seluruh PJB, 1,5-3,5 dari 1000 kelahiran hidup, 1 dari 1000 anak usia sekolah, frekuensi pada wanita 56%, sedangkan laki-laki 44%, sering dijumpai pada sindroma Down. Kelainan tunggal dan kelainan jantung kongenital yang muncul bersama dengan DSV adalah 50% dari seluruh kasus kelainan jantung kongenital, serta insidens tertinggi pada prematur dengan kejadian 2-3 kali lebih sering dibanding bayi aterm2,4. Di RSCM Jakarta selama 10 tahun ditemukan DSV sebanyak 33% dari semua PJB. Meskipun DSV sering ditemukan sebagai defek tersendiri (isolated) namun tidak jarang ditemukan merupakan bagian dari PJB kompleks seperti pada koartasio aorta, pirau tambahan seperti DSA dan PDA, obstruksi intrakardiak seperti stenosis subpulmonal atau subaorta, Tetralogi Fallot, transposisi arteri besar (TAB), kelainan katup atrioventrikuler atau PJB kompleks yang lain1,5.
Pada DSV kecil, dapat terjadi penutupan spontan dan angka harapan hidup juga tinggi. Pada penderita dengan defek yang lebih besar, didapati 25 kematian diantara 117 pasien yang diikuti untuk 758 pasien per tahun. Angka kematian tinggi pada 20 tahun pertama kehidupan (2,2 sampai 2,9% per tahun) dan meningkat dua kali lipat pada 40 tahun kehidupan. Pada penderita dengan defek yang besar, diperhitungkan angka kematian mencapai 40% selama 20 tahun pertama, dan 80% pada akhir 40 tahun kehidupan6.