oleh: Tengku Winda Ardini
PENDAHULUAN
Penyakit jantung bawaan (PJB) pada bayi dan anak cukup banyak ditemukan di Indonesia. Laporan dari berbagai penelitian di luar negeri menunjukkan 6-10 dari 1000 bayi lahir hidup menyandang penyakit jantung bawaan1.
Secara garis besar penyakit jantung bawaan dibagi dalam dua kelompok: (1) penyakit jantung bawaan non-sianotik; (2) penyakit jantung bawaan sianotik. Penyakit jantung bawaan non sianotik merupakan kelompok penyakit terbanyak yakni sekitar 75% dari semua PJB. Berdasarkan hemodinamiknya PJB non sianotik dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok: (1) kelompok dengan pirau kiri ke kanan seperti Duktus Arteriosus Persisten (DAP), Defek Septum Atrium (DSA), dan Defek Septum Ventrikel (DSV); (2) kelompok dengan obstruksi jantung kanan seperti stenosis katup pulmonal (3) kelompok dengan obstruksi jantung kiri, seperti stenosis katup aorta, koartasio aorta, dan stenosis mitral1.
Defek septum ventrikel (DSV) adalah kelainan jantung bawaan berupa tidak terbentuknya septum antara ventrikel jantung kiri dan kanan sehingga antara keduanya terdapat lubang (tunggal atau multipel) yang saling menghubungkan2. Pertama kali dikemukakan oleh Dalrymple pada 18473. Defek ini merupakan salah satu jenis PJB yang paling sering ditemukan yakni sekitar 20-30% dari seluruh PJB, 1,5-3,5 dari 1000 kelahiran hidup, 1 dari 1000 anak usia sekolah, frekuensi pada wanita 56%, sedangkan laki-laki 44%, sering dijumpai pada sindroma Down. Kelainan tunggal dan kelainan jantung kongenital yang muncul bersama dengan DSV adalah 50% dari seluruh kasus kelainan jantung kongenital, serta insidens tertinggi pada prematur dengan kejadian 2-3 kali lebih sering dibanding bayi aterm2,4. Di RSCM Jakarta selama 10 tahun ditemukan DSV sebanyak 33% dari semua PJB. Meskipun DSV sering ditemukan sebagai defek tersendiri (isolated) namun tidak jarang ditemukan merupakan bagian dari PJB kompleks seperti pada koartasio aorta, pirau tambahan seperti DSA dan PDA, obstruksi intrakardiak seperti stenosis subpulmonal atau subaorta, Tetralogi Fallot, transposisi arteri besar (TAB), kelainan katup atrioventrikuler atau PJB kompleks yang lain1,5.
Pada DSV kecil, dapat terjadi penutupan spontan dan angka harapan hidup juga tinggi. Pada penderita dengan defek yang lebih besar, didapati 25 kematian diantara 117 pasien yang diikuti untuk 758 pasien per tahun. Angka kematian tinggi pada 20 tahun pertama kehidupan (2,2 sampai 2,9% per tahun) dan meningkat dua kali lipat pada 40 tahun kehidupan. Pada penderita dengan defek yang besar, diperhitungkan angka kematian mencapai 40% selama 20 tahun pertama, dan 80% pada akhir 40 tahun kehidupan6.
Terjadinya penyakit jantung bawaan masih belum jelas namun dipengaruhi oleh beberapa faktor1. Pada DSV dikatakan adanya pengaruh genetik sebagai penyebab dari defek. Walaupun belum ada tes genetik yang secara langsung menghubungkan DSV dengan kelainan kromosom atau kelainan gen tunggal, risiko DSV dapat terjadi pada orang tua yang memiliki defek ini. Orang tua laki-laki dengan DSV berisiko untuk mendapatkan anak dengan defek yang sama sebesar 2%, sedangkan orang tua perempuan dengan DSV berisiko 6-10%7.
Penatalaksanaan DSV telah berubah signifikan dalam 50 tahun terakhir ini seperti berkembangnya terapi berdasarkan kateter (Catheter-based therapy) untuk penutupan DSV7.
Tujuan dari penulisan sari pustaka ini adalah untuk memahami DSV dan penatalaksanaannya baik dari segi pemberian obat-obatan, perawatan prapembedahan, tindakan pembedahan dan perawatan paska pembedahan agar dapat menurunkan angka mortalitas dan meningkatkan usia harapan hidup serta kualitas hidup.
PATOLOGI
Perubahan hemodinamik yang menyertai DSV tergantung dari ukuran defek dan resistensi relatif dari vaskularisasi pulmonal dan sistemik. DSV dapat tidak kelihatan pada saat kelahiran oleh karena hampir samanya tekanan antara ventrikel kanan dan kiri serta sedikitnya pirau yang terjadi antara kedua ventrikel. Setelah kelahiran, resistensi vaskular pulmonal menurun, sehingga meningkatkan perbedaan tekanan antara kedua ventrikel, yang menyebabkan peningkatan pirau dari kiri ke kanan melalui defek. Ketika pirau yang terjadi besar, ventrikel kanan, sirkulasi pulmonal, atrium kiri, dan ventrikel kiri menjadi volume overload relatif. Pada awalnya, peningkatan aliran darah balik ke ventrikel kiri meningkatkan volume sekuncup (melalui mekanisme Frank-Starling), tapi seiring berjalan waktu peningkatan beban jantung ini dapat menyebabkan dilatasi ruang jantung, disfungsi sistolik, dan gejala gagal jantung7,8.
DSV kecil tidak menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan, disebut juga DSV restriktif. Defek ini dapat menutup spontan selama masa anak-anak dan terkadang kehidupan dewasa. DSV yang kecil mempunyai risiko tinggi terjadinya endokarditis. Defek perimembran pada posisi subaorta, atau DSV doubly commited, dapat berhubungan dengan regurgitasi aorta yang progresif. Pada DSV restriktif yang moderate, mempengaruhi beban ventrikel kiri, yang mengakibatkan dilatasi dan disfungsi atrium dan ventrikel kiri sesuai dengan peningkatan resistensi vaskular yang bervariasi. Pada DSV besar atau non restriktif, yaitu dengan defek yang besarnya sama atau lebih dari ukuran orificium katup aorta, memperlihatkan kelebihan beban volume ventrikel kiri pada awal kehidupan dengan peningkatan tekanan arteri pulmonal yang progresif akibat pirau dari kiri ke kanan. Pada defek ini tidak ada resistensi aliran pirau dari kiri ke kanan. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan lebih meningkatnya resistensi vaskular pulmonal yang menyebabkan penyakit vaskular paru pada 2 tahun pertama kehidupan. Sebagaimana peningkatan vaskular paru, arah pirau intrakardiak berubah (sindroma Eissenmenger), dan berkembangnya hipoksemia sistemik dan sianosis8,9.
DSV restriktif adalah defek yang memproduksi perbedaan tekanan yang signifikan antara ventrikel kiri dan ventrikel kanan (rasio tekanan sistolik pulmonal/aorta <0,3) qs =" 1,4"> 2,2) dan rasio tekanan sistolik pulmonal/aorta > 0,66. Pada sindroma Eissenmenger rasio tekanan sistolik adalah 1 dan Qp/Qs kurang dari 1:1, pirau menjadi kanan ke kiri9.
Gambar 1. Diagram patofisiologi DSV4
Septum ventrikuler terdiri dari 4 komponen, yaitu: septum inlet, septum trabekuler dan outlet atau infundibuler septum (keduanya membentuk septum muskuler), serta septum membranous. Septum inlet memimsahkan kuspis septal dari katup mitral dan trikuspid. Bersambung dengan septum trabekuler sebagai bagian terbesar, yang memisahkan ventrikel kiri dan kanan sampai ke apex. Dilanjutkan oleh septum outlet atau infundibuler yang memisahkan jalur keluar ventrikel kiri dan kanan. Septum membranous adalah struktur yang kecil, terbagi 2 bagian oleh insersi daun septal dari katup trikuspid, menjadi komponen atrioventrikular dan interventrikular10.
Gambar 2. Komponen-komponen septum ventrikel10
Klasifikasi DSV menurut Soto et al terdiri dari:
1. Defek perimembran
Defek ini meliputi area kontinuitas jaringan ikat trikuspid-mitral-aorta (central fibrous body). Defek ini dapat meluas ke bagian lain seperti:
a. Defek meluas pada septum inlet
Jika dilihat dari potongan ventrikel kanan, defek ini terletak dibawah kuspis septal dari katup trikuspid.
b. Defek meluas pada septum trabekuler
Pada spesimen ini defek lebih meluas ke arah apex ventrikel.
c. Defek meluas pada infundibulum
Septum infundibulum pada defek ini kurang terbentuk dengan baik diantara defek perimembran yang lainnya dan biasanya mengarah ke kanan sehingga katup aorta dapat bergeser ke arah ventrikel kanan. Bagian atas dari defek ini jika dilihat dari potongan ventrikel kanan adalah area kontinuitas trikuspid-mitral, dan berlanjut secara anterior dengan terjadinya pergeseran katup aorta yang membentuk atap dari defek ini.
2. Defek muskular
a. Defek pada septum muskuler bagian inlet
Defek ini berada di bawah kuspis septal katup trikuspid, tetapi berada seutuhnya di daerah muskular. Septum membranous utuh pada defek ini, baik komponen atrioventrikular maupun interventrikular.
b. Defek pada septum muskular bagian trabekular
Defek ini biasanya lebih dari satu (multiple) dan lebih terlihat pada potongan ventrikel kiri.
c. Defek pada septum muskular bagian infundibular
Defek ini berada seluruhnya di daerah muskular diantara kedua jalur keluar ventrikel. Perbedaan defek ini dengan defek perimembran infundibular adalah katup aorta tidak membentuk bagian pinggiran dari defek ini.
3. Defek subarterial infundibular
Defek ini hampir sama dengan defek muskular infundibular kecuali pada defek ini septum infundibulum pada defek ini seluruhnya defisien, sehingga katup aorta dan pulmonal menjadi bagian atas dari defek ini. Oleh karena itu, kuspis koroner kiri dan kanan dari aorta dapat bergerak bebas melalui jalur keluar ventrikel kanan, dan beberapa kuspis katup aorta dapat mengalami prolaps10.
Tabel 1. Klasifikasi defek septum ventrikel10
Gambar 3. Ilustrasi klasifilasi defek septum ventrikel10
Gambar 4. Lokasi defek septum ventrikel terlihat dari potongan ventrikel kanan dan kiri7
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang muncul tergantung dari ukuran defek dan perubahan vaskular pulmonal, sehingga dapat terbagi menjadi defek kecil, sedang besar dan defek besar dengan resistensi vaskular paru yang tinggi11. Pada DSV kecil, pasien dapat tanpa gejala dengan tumbuh kembang yang normal. Biasanya ditemukan pada pemeriksaan fisik yang rutin. Murmur biasanya tidak terdengar pada saat kelahiran tetapi dapat muncul pada 24-36jam pertama kehidupan, sebagaimana turunnya tekanan dan resistensi pulmonal. Pada DSV sedang sampai besar, dapat terjadi keterlamabatan tumbuh kembang, penurunan toleransi aktifitas, berulangnya infeksi saluran pernapasan dan gejala gagal jantung pada saat bayi. Pada DSV besar hal manifestasi klinis tersebut dapat muncul pada 3 – 12 minggu kehidupan. Pada bayi yang prematur, terjadi kurang berkembangnya vaskular paru, gejala dapat muncul lebih cepat yaitu pada usia 1-4 minggu. Orang tua pasien biasanya mengeluhkan anaknya sesak nafas, cepat lelah, terutama saat pemberian minum dan makanan, membutuhkan waktu lama untuk menghabiskan minuman bahkan tidak menghabiskannya, sehingga pemberian minum dengan sendok membantu menaikkan berat badan oleh karena pemberian minum melalui susu botol lebih melelahkan. Pada umumnya juga terjadi pertambahan berat badan yang lambat dan keringat berlebihan. Pada pasien dengan hipertensi pulmonal yang berkepanjangan, dapat ditemukan riwayat sianosis dan penurunan aktifitas4,5,11.
Murmur pada DSV adalah pansistolik atau holosistolik. Tingakatan dari murmur tergantung kecepatan aliran, lokasi dari murmur tergantung dari lokasi defek. Lebih kecil defek terdengar lebih keras dan dapat dijumpai thrill7. Pada DSV kecil ukuran jantung normal atau sedikit membesar, dapat ditemukan murmur pansistolik dan thrill paling keras terdengar di sela iga 3-4 pada pinggir sternum kiri. Suara jantung kedua normal. Pada defek yang sangat kecil bisa tidak ada thrill atau murmur sistolik yang pendek oleh karena defek menutup pada saat kontraksi sistolik dan darah berheniti mengalir melalui defek tersebut sebelum akhir sistole. Pada DSV sedang thrill dapat teraba dengan jelas di sela iga 3-4 pinggir kiri sternum, murmur terdengar kuat dan kasar. Murmur mid-diastolic dapat terdengar pada area mitral, hal ini menggambarkan pirau dari kiri ke kanan melalui defek yang sedang – besar, ketika darah dalam jumlah yang besar mengalir ke paru dan kembali ke atrium kiri kemudian melalui katup mitral yang normal. Aliran besar melalui katup mitral yang normal menyebabkan murmur distolik rumble di mitral. Ini biasanya terjadi jika aliran darah ke paru lebih dari 2x aliran darah ke sirkulasi sistemik. Pada DSV besar, jantung membesar oleh karena peningkatan aktifitas kedua ventrikel. Thrill sistolik teraba pada sela iga 3-4. Pada DSV yang sangat besar, murmur sistolik dapat kurang terdengar dan dapat hanya terdengar sistolik ejeksi murmur pada area pulmonal. Suara jantung kedua mengeras oleh karea peningkatan tekanan pulmonal. Pada DSV dengan resistensi vaskular pulmonal yang tinggi, ventrikel kiri tidak lagi bekerja lebih keras karena pirau dari kira ke kanan sedikit, aktifitas ventrikel kanan meningkat. Thrill dapat tidak teraba. Murmur sistolik biasanya tipe ejeksi. Suara jantung kedua sangat mengeras dan kadang dapat teraba. Resistensi vaskular paru dapat terus meningkat sampai resistensi vaskular pulmonal lebih besar dari resistensi sistemik, sehingga pirau berbalik dari kanan ke kiri dan pasien menjadi sianosis (sindroma Eissenmenger) dan biasanya murmur tidak lagi terdengar. Pada orang dewasa early diatolic murmur dari regurgitasi pulmonal atau mumur pansistolik dari regurgitasi trikuspid dapat terdengar5,11.
Gambar 5. Pemeriksaan fisik jantung pada DSV4
Pada DSV infundibular, murmur sistolik paling keras terdengat di pinggir sternum kiri bagian atas, early diastolic decrescendo murmur dari regurgitasi aorta dapat terdengar serta dapat ditemukan tekanan nadi yang melebar. Murmur ini dikarenakan herniasi dari katup aorta4. Jika pirau pada defek ini menyebabkan darah mengalir langsung ke arteri pulmonal, murmur paling keras terdengar di sela iga 2 kiri berupa diamond shape (crescendo-decrescendo) atau ejeksi sistolik sederhana3. Pada DSV muskular murmur dapat terdengar di sepanjang pinggir sternum kiri bagian bawah dan intensitasnya bervariasi sesuai ukuran defek yang bergantung kontraksi muskular pada saat sistole (ukuran defek berkurang pada akhir sistole). Defek perimembran dapat berhubungan dengan systolic click dari aneurisma katup trikuspid. Defek yang berhubungan dengan trikuspid regurgitasi dapat ditemukan murmur sistolik pada pinggir bawah sternum bagian kiri atau kanan7.
Gambar 6. Patofisiologi regurgitasi aorta3
Gambar 7. Pemeriksaan fisik pada DSV3
ALAT BANTU DIAGNOSIS
Elektrokradiografi (EKG)
Pada DSV kecil, gambaran EKG normal. Pada DSV sedang, dengan bertambahnya pirau gambaran EKG berupa hipertrofi ventrikel kiri (LVH) dan dapat ditemukan pembesaran atrium kiri (LAE). Pada DSV besar, dengan peningkatan tekanan pulmonal, deviasi aksis ke kanan (RAD), hipertrofi ventrikel kanan (RVH) dan pembesaran atrium kanan (RAE) dapat ditemukan. Umumnya EKG menggambarkan hipertrofi kedua ventrikel (BVH). Jika telah terjadi penyakit vaskular obstruktif, EKG hanya menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kanan (RVH)4,7.
Gambar 8. Gambaran EKG pada penderita DSV besar, PDA dan hipertensi pulmonal4
Foto Thorax
Pada DSV kecil gambaran foto thorax normal. Pada defek yang lebih besar, pembesaran ruang jantung bervariasi, tergantung besarnya pirau dari kiri kanan. Derajat kardiomegali yang bervarasi ini termasuk pembesaran atrium kiri, ventrikel kiri dan ventrikel kanan. Dapat dijumpai gambaran peningkatan vaskuler paru. Pada penyakit vaskuler paru obstruktif (PVOD), segmen pulmonal dan hilus dapat membesar, tetapi paru bagian perifer terlihat iskemik (prunning of the vasculature), sementara ukuran jantung dapat normal4,7.
Gambar 9. Gambaran foto thorax pada penderita DSV dengan pirau yang besar dan hipertensi pulmonal4,12
Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi merupakan alat non invasif yang dapat mengevaluasi morfologi DSV secara akurat7. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi jumlah, ukuran, lokasi defek yang tepat, memperkirakan tekanan arteri pulmonal, mengindentifikasi kelainan lain yang menyertai, dan memperkirakan besar dan aliran pirau. Pemeriksaan ekokardiografi pada DSV mempunyai cara sistematik agar dapat mengidentifikasi lokasi yang tepat dari defek karena luas dan kompleksnya struktur septum ventrikel. Diperlukan lebih dari satu tampilan terutama kombinasi long-axis dan short-axis4,13,14.
Gambar 10. Tampilan ekokardiografi DSV untuk menentukan lokasi defek4.
A1: pada parasternal long-axis view, septum ventrikel terdiri dari (dari aorta ke apex): septum infracristal outlet (Inf-C outlet) dan septum trabekular (middle dan apical).
A2: pada parasternal RVOT view, septum terdiri dari: supracristal outlet (Sup-C outlet) dan septum trabekular.
B1: pada parasternal short axis view yang memperlihatkan katup aorta: septum membranous pada arah jam 10, septum infracristal outlet pada arah jam 12, dan septum supracristal outlet berdekatan dengan katup aorta.
B2: septum yang memperlihatkan katup mitral: bagian posterior adalah septum inlet.
B3: septum yang memperlihatkan musculus papilaris: keseluruhan adalah septum trabekular yang terdiri dari anterior (ANT), middle (MID) dan posterior (POST).
C1: pada apical four-chamber view yang memperlihatkan sinus coronarius, septum merupakan septum trabekular posterior (POST)
C2: pada apical four-chamber view yang memperlihatkan kedua katup atrioventrikular, septum yang berada dibawah katup trikuspid adalah septum inlet (INLET) dan selanjutnya middle dan apical. Insersi yang tipis antara katup mitral dan trikuspid adalah septum atrioventrikular, defek pada daerah ini menyebabkan pirau dari ventrikel kiri ke atrium kanan. Pada tampilan ini septum membranous tidak terlihat.
C3: pada apical five-chamber view, septum membranous (MEMB) terlihat tepat di bawah katup aorta, dan dibawahnya terdapat septum infracristal outlet (Inf-C outlet).
D1: pada subcostal four-chamber view, sama seperti apical four-chamber view (C2).
D2: dengan angulasi secara anterior transduser horizontal, LVOT terlihat, gambaran septum seperti pada apical five-chamber view (C3).
D3: dengan angulasi secara anterior yang lebih jauh, RVOT terlihat. Bagian superior merupakan septum supracristal outlet (Sup-C outlet) dan bagian inferior merupakan septum trabekular anterior (ANT).
Gambar 11. Gambaran ekokardiografi DSV pada parasternal long axis view dan parasternal short axis view3.
Kateterisasi Jantung
Kateterisasi jantung dilakukan jika keadaan hemodinamik yang signifikan dari DSV masih belum jelas atau ketika penilaian tekanan dan resistensi arteri pulmonal diperlukan9. Pada kateterisasi jantung kanan DSV murni, menunjukkan peningkatan saturasi oksigen pada level ventrikel kanan dibandingkan dengan atrium kanan, yang menggambarkan pirau dari kiri (darah oksigenasi tinggi) ke kanan. Pada defek yang kecil, tekanan sistolik ventrikel kanan dan arteri pulmonal normal. Pada defek yang besar, tekanan sistolik pada kedua area ini mendekati tekanan sistemik, dan rata-rata tekanan atrium kiri dapat meningkat 10-15mmHg. Pada angiografi ventrikel kiri, pada pandangan anteroposterior, lateral dan oblique dengan angulasi craniocaudal untuk menegakkan hubungan antara ruang-ruang jantung, dan juga untuk mengetahui lokasi, ukuran dan jumlah yang tepat dari defek. Aortografi berguna untuk menyingkirkan kemungkinan adanya PDA atau coarctatio aorta jika tidak begitu jelas terlihat pada ekokardiografi, serta penting untuk mendeteksi regurgitasi aorta5,8. Pada pemeriksaan ini, dapat menilai respon terhadap vasodilator pulmonal dan dapat menentukan penatalaksanaan selanjutnya7.
Gambar 12. Kateterisasi jantung pada DSV5
PENATALAKSANAAN
Memahami perjalanan alamiah dari DSV adalah penting dalam menentukan penatalaksanaan selanjutnya. Pada DSV membranous dan muskular dapat menutup spontan 30-40% dalam 6 bulan pertama. Biasanya terjadi pada defek yang kecil. Ukuran defek tidak bertambah besar dengan bertambahnya usia, bahkan dapat mengecil. Bagaimanapun juga, defek inlet dan outlet (infundibular) tidak akan megecil atau menutup spontan. Gagal jantung (CHF) terjadi pada bayi dengan defek besar biasanya setelah usia 6-8minggu. Jika CHF ditemukan, tatalaksana CHF dengan digoxin dan diuretic selama 2-4 bulan dan evaluasi perbaikan tumbuh kembang bayi. Penambahan spironolactone bermanfaat untuk mengurangi kehilangan kalium. Penggunaan agen penurun beban afterload, seperti captopril, dapat bermanfaat. Pemberian makanan kalori tinggi, melalui NGT atau oral dapat membantu. Terapi anemia dengan preparat besi jika ditemukan. Penatalaksanaan tersebut diatas dapat menunda operasi atau menunggu pengecilan ataupun penutupan spontan dari defek. Tidak diperlukan restriksi aktifitas jika tidak ditemukan hipertensi pulmonal. Pemeliharaan kebersihan gigi geligi serta profilaksis antibiotik untuk menghindari endokarditis infektif. Pasien dengan DSV kecil yang terdeteksi pada usia 6 bulan harus diperiksa ulang setiap 1-2 tahun4,5.
Pada bayi kecil dengan defek yang besar, CHF, dan retardasi pertumbuhan diterapi dengan digoxin, diuretic, dan penurun beban afterload. Jika gagal tumbuh kembang tidak menunjukkan perbaikan dengan terapi (pertambahan berat badan <> 2:1 merupakan indikasi pembedahan. Bayi dengan hipertensi pulmonal tanpa CHF seharusnya menjalani kateterisasi jantung pada usia 6-12 bulan dan diikuti dengan pembedahan. Bayi yang lebih besar dengan defek yang besar dan peningkatan resistensi vaskular pulmonal harus dioperasi sesegera mungkin. Bayi dengan defek kecil, usia 6 bulan, tanpa CHF dan hipertensi pulmonal tidak dianjurkan untuk pembedahan. Pembedahan tidak dilakukan pada defek kecil dengan Qp/Qs <> 0,5, atau dengan penyakit vaskular paru obstruktif dengan pirau kanan ke kiri4,7.
Pulmonary artery banding merupakan prosedur paliatif yang tidak lagi dilakukan kecuali ditemukan lesi tambahan yang mempersulit koreksi total dari defek, kecuali pada beberapa defek multipel “swiss-cheese” yang refrakter terhadap pemberian obat-obatan5,15. Penutupan langsung dari defek baik penjahitan langsung atau dengan patch, dengan hypothermic cardiopulmonary bypass, sebaiknya tanpa ventriculotomy kanan. Defek inlet dan perimembran biasanya melalui transatrial. Defek outlet paling baik melalui insisi arteri pulmonal. Defek apikal melalui ventriculotomy kanan4,9.
Angka kematian oleh karena pembedahan kurang dari 1%. Angka kematian tinggi pada bayi kecil dengan usia dibawah 2 bulan, adanya defek penyerta yang lain, atau bayi dengan defek multipel. Suatu operasi penutupan defek dikatakan berhasil jika tidak ditemukannya pirau residual, adanya perbaikan atau berkurangnya gejala, dan kembali normalnya tekanan arteri pulmonal3. Komplikasi setelah pembedahan yang dapat terjadi adalah RBBB pada pasien yang menjalani ventriculotomy kanan. RBBB dan LAFB terjadi pada 10% pasien. Blok jantung total yang membutuhkan pacu jantung terjadi pada 1-2% pasien. Pirau residual dapat terjadi kurang dari 5% dan dapat dihindari dengan penggunaan intraoperatif TEE. Residual DSV biasanya kecil dan dengan kelainan hemodinamik yang tidak signifikan. Cedera katup trikuspid dan aorta jarang terjadi. Angka harapan hidup pada pasien yang telah menjalani operasi penutupan defek mendekati normal. Risiko terjadinya regurgitasi aorta dan endokarditis menurun setelah pembedahan, kecuali jika terjadi residual DSV. Evaluasi jantung setiap tahun dianjurkan4,9.
Penutupan defek secara pembedahan tergolong tindakan yang aman, tetapi risiko yang berhubungan dengan cardiopulmonary bypass dan komplikasi setelah pembedahan seperti blok jantung, aritmia, post pericardiotomy syndrome dan kematian, membuat para dokter dan pasien lebih memilih teknik penutupan defek via kateterisasi untuk beberapa defek tertentu16. Perkembangan teknik dan alat kateterisasi membawa kita pada era penutupan DSV secara percutaneous. Pada 1987, Lock dkk menggunakan alat Rashkind double-umbrella untuk menutup DSV. Amplatzer VSD occluder yang terdiri dari tipe muskular dan perimembran (AGA Medical Corp, Golden Valley, Minn), merupakan alat yang sedang dalam tahap investigasi, bahkan beberapa studi melaporkan amplatzer musculer VSD occluder aman dilakukan pada bayi kecil7,17. Alat terbaru untuk penutupan defek perimembran telah dirancang dengan bentuk khusus sehingga tidak mencederai katup aorta dan trikuspid, dengan sistem pengiriman yang kecil sehingga sesuai digunakan untuk bayi, serta dapat dengan mudah re-captured, dipindahkan dan redeployed18.
Gambar 13. Perangkat yang digunakan untuk penutupan DSV via kateterisasi19
Gambar 14. Angiografi ventrikel kiri sebelum dan sesudah penutupan defek18
KESIMPULAN
DSV adalah kelainan jantung bawaan berupa tidak terbentuknya septum antara ventrikel jantung kiri dan kanan sehingga antara keduanya terdapat lubang (tunggal atau multipel) yang saling menghubungkan. Defek ini merupakan salah satu jenis PJB yang paling sering ditemukan yakni sekitar 20-30% dari seluruh PJB.
Perubahan hemodinamik yang menyertai DSV tergantung dari ukuran defek dan resistensi relatif dari vaskularisasi pulmonal dan sistemik. Klasifikasi DSV berdasarkan Soto dkk, yaitu: (1) DSV perimembran infundibular, inlet, trabekular; (2) DSV muskular inlet (posterior), trabekular, infundibuler dan (3) DSV subarterial (doubly commited subarterial). Untuk kepentingan diagnosis dan perencanaan penatalaksanaan selanjutnya diperlukan pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto thorax, terutama ekokardiografi dan kateterisasi jantung.
Penatalaksanaan DSV mulai dari obat-obatan terutama jika terjadi gejala gagal jantung, sampai pembedahan serta penutupan defek via kateterisasi yang sekarang sedang berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Madiyono B, Rahayuningsih SE, Sukardi R. Defek Septum Ventrikel (DSV). Dalam: Madiyono B, Rahayuningsih SE, Sukardi R eds. Penanganan Penyakit Jantung pada Bayi dan Anak. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2005, p.1-8.
2. Lisa C, Wahab AS. Defek Septum Ventrikel. Dalam: Wahab AS ed. Kardiologi Anak, Penyakit Jantung Kongenital yang Tidak Sianotik. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 2009, p. 37-67.
3. Ammash NM, Warnes CA. Ventricular Septal Defects in Adults. Ann Intern Med. 2001;135: 812-24.
4. Park, MK. Ventricular Septal Defect. Dalam: Park MK ed. Pediatric Cardiology for Parctitioners, ed.5. Philadelphia: Mosby Elsevier, 2008, p. 212-21.
5. Fulton DR. Congenital Heart Disease. Dalam: Fuster V, O’Rourke RA, Walsh RA, Poole-Wilson P eds. Hurst’s The Heart, vol.2, ed.12. New York: Mc Graw Hill, 2007, p. 1860-6.
6. Campbell M. Natural History of Ventricular Septal Defect. British Heart Journal, 1971:33:246-57.
7. Minette MS, Sahn DJ. Ventricular Septal Defects. Circulation. 2006;114:2190-7.
8. Chen YB, Liberthson RR, Freed MD. Congenital Heart Disease. Dalam: Lilly LS ed. Pathophysiologi of Heart Disease, ed 3. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2003,p. 347-58.
9. Webb GD, Smallhorn JF, Therrien J, Redington AN. Congenital Heart Disease. Dalam: Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, Braunwald E eds. Braunwald’s Heart Disease, ed.8. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2008, p. 1582-5.
10. Soto B, Becker AE, Moulaert AJ, Lie JT, Anderson RH. Classification of ventricular septal defects. Br Heart J 1980; 43: 332-343.
11. Jordan SC, Scott O. Acyanotic lesions with left-to-right shunts. Dalam: Jordan SC, Scott O. Heart Disease in Paediatrics, ed.3. London: Butterworths, 1989,p. 81-95.
12. Daniel K, Bloomfield. Clinical Progress: The Natural History of Ventricular Septal Defect in Patients Surviving Infancy. Circulation, 29: June 1964.
13. Kerut EK, Mcllwain EF, Plotnick GD. Ventricular Septal Defect. Dalam: Handbook of Echo-Doppler Interpretation, ed.2. Blackwell Futura: p. 249-53.
14. Bulwer BE, Landzberg MJ. Adult Congenital Heart Disease in General Echocardiography Practice. Dalam : Solomon SD ed. Essential Echocardiography. Humana Press: New Jersey, 2007, p. 397-402.
15. McNicholas K, Leval M, Stark J, Taylor FN, Macartney FJ. Surgical treatment of ventricular septal defect in infancy: Primary reapir versus banding of pulmonary artery and later repair. British Heart Journal 1979; 41: 133-138.
16. Dehghani M, Sharifkazemi MB, Aslani A, Hoseini E, Samin MM. Case Report: Closure of a Muscular Ventrivular Septal Defect Using the Amplatzer Ventricular Occluder. Arch Iranian Med 2007; 10 (4): 543-545.
17. Celiker A, Ozkutiu S, Erdogan I, Karagoz T, Dogan OF, Demircin M. Case report: Perventricular closure of muscular ventricular septal defect in an infant. Anadolu Kardiyol Derg 2008; 8: 306-14.
18. Hai-bo H, Shi-Liang J, Zhong-ying X, LIan-jun H, Shi-hua Z, Hong Z. Clinical experience: Transcatheter closuere of perimembranous ventricular septa defect by a new Amplatzer membranous ventricular septal defect occluder: a single center study in Beijing. Chinese Medical Journal 2008; 121 (6): 573-576.
19. Du ZD, Hijazi ZM. Transcatheter Closure of Ventricular Septal Defect. Cardiol Young 1996;6: 281-290.
Casino 2021 | Mapyro
BalasHapusFind the best Casino in Las Vegas, NV. See 순천 출장샵 1 구리 출장마사지 photo 속초 출장마사지 This casino is close to the airport, but has 서울특별 출장안마 some 청주 출장샵 amenities you may need. Rating: 4 · 1,994 reviews