oleh: dr. Abdul Halim Raynaldo
PENDAHULUAN
Presentasi dari infark miokaard posterior tidak selalu mudah untuk diidentifikasi, bahkan bagi seorang kardiologis. 1 Kejadian Infark posterior ini terhitung jarang dan sering tidak terdiagnosa dengan baik.
Kejadian infark poserior ini terjadi sekitar 20% dari infark miokard akut (IMA)2. Dimana kejadiannya sering bersamaan dengan infark di daerah inferior atau lateral.
Presentasi kasus ini bertujuan untuk melaporkan satu kasus infark miokard posterior, diagnosis serta penatalaksanaannya lebih lanjut.
Manfaat dari presentasi kasus ini adalah untuk meningkatkan kewaspadaan akan kejadian infark miokard posterior sehingga dapat memberikan masukan untuk penatalaksanaan kasus-kasus infark miokard akut dengan lebih baik lagi.
LAPORAN KASUS
A, Seorang laki-laki, usia 38 tahun, pekerjaan sebagai supir, alamat di kota Kuta Cane, masuk RSHAM pada tanggal 2 Januari 2010 pada pukul 01.00 WIB,dengan keluhan utama Nyeri Dada. Hal ini telah dialami os sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada dirasakan pada saat os menyetrika pakaian. Nyeri dada dirasakan seperti ditimpa beban berat dengan penjalaran ke punggung. Nyeri berdurasi > 30 menit dan tidak hilang walau os telah mencoba dengan beristirahat. Mual dan muntah (+), keringat dingin (+).
Riwayat sesak nafas tidak dijumpai. Atas keluhan ini, os dirawat di RS Kutacane pada 2 hari sebelum dirujuk oleh Ahli Penyakit Dalam. OS dikatakan menderita serangan jantung dan kemudian dirujuk ke RSHAM untuk pengobatan lebih lanjut. Os pasien baru RSHAM. Saat di UGD, keluhan masih dirasakan.
Faktor resiko : perokok
Riwayat pemberian obat pada saat perawatan : Fluxum, furosemide, aptor 100 mg, clopidogrel 75 mg, ISDN 5 mg, simvastatin, KSR, Laxadin
Riwayat Penyakit Terdahulu : tidak ada
Pada pemeriksaan fisik didapati : Kesadaran kompos mentis aktif, dengan Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 100 kali per menit, Pernafasan : 20 kali permenit, suhu tubuh 36,5, Mata : anemis (-), ikterus (-), Leher : JVP tidak meningkat, Cor : S1,S2 (N),denyut jantung 100 x/ menit murmur (-), gallop (-),Pulmo : Vesikular, Rh (-), Wheezing (-),pada pemeriksaan Abdomen : Soepel, Hepar dan lien tidak terdapat pembesaran dengan peristaltik normal,pada pemeriksaan extrimitas didapati akral hangat, pulsasi equal, edema tidak dijumpai.
Pada pemeriksaan EKG : SR, QRS axis Normoaxis, QRS rate 100x/i, Gel. P(N), P-R interval (0,12”), QRS duration (0,08”), ST elevasi II, III, aVF, I, V5-V6, V7-V9 T inverted II, IIIm aVF, LVH (-), VES (-)
Kesan : Irama sinus + STEMI infero lateral – posterior
Dari pemeriksaan Foto Toraks didapati CTR 58%, segmen aorta dan pulmonal normal, Pinggang jantung dijumpai dengan apeks downward, tanpa dijumpai kongesti maupun infiltrat
Dari pemeriksaan laboratorium dijumpai :
Darah rutin : Hb : 15,5 HT : 47,2 %, Leukosit : 16300 PLT : 208000
Faal ginjal : Ureum / Creatinin : 24 / 0,8 Gula darah sewaktu : 70
Faal hati : GOT / GPT : 111 / 66
Elektrolit : Na / K / Cl : 131 / 3,2 / 94
Enzim jantung : LDH / CK / CK MB : 548 / 889 / 50, Troponin Positif 2,0 mg/ml
Penderita didiagnosa sebagai dengan Acute STEMI Inferolateral – Posterior Onset 2 hari Killip I TIMI 3/14, dan diberikan terapi Bed rest, pemberian 02 4-6 l/i, IVFD NaCL 0,9% 8 tts/i, Clopidogrel diawali dengan 300 mg (loading) dilanjutkan dengan 1 x 75 mg, Aspilet 160 mg (kunyah) dilanjutkan dengan 1 x 80 mg, ISDN 3 x 5 mg, Pemberian heparin dengan bolus 5000 iu UFH Heparin dilanjutkan dengan 1000 ui/jam, Bisoprolol 1 x 2,5 mg, Simvastatin 1 x 20 mg (diberikan malam hari), Alprazolam 1 x 0,5 mg (malam), dan syr Laxadine 2 x CI.
Rencana Pemeriksaan :
EKG serial, Urinalisa, Lipid profile, aPTT kontrol / hari, Echocardiografi, dan Angiografi koroner.
Follow Up 3/1/2010 – 6/1/2010
Selama perawatan di CVCU, pada pemeriksaan fisik didapati dengan kesadaran penuh, dengan tekanan darah 110 – 120 / 80-90 mmHg, nadi 80 kali permenit, pernafasan 18 kali per menit dan suhu tubuh 36 – 38 . Pada pemeriksaan fisik lainnya masih dalam batas normal.
Pada pasien diberikan terapi selama masa perawatan di CVCU adalah :
Bed rest, pemberian 02 4-6 l/i, IVFD NaCL 0,9% 8 tts/i, Clopidogrel 1 x 75 mg, Aspilet 1 x 80 mg, ISDN 3 x 5 mg, Pemberian heparin UFH Heparin dengan 1000 ui/jam ( selama 5 hari), Bisoprolol 1 x 2,5 mg, Simvastatin 1 x 20 mg (diberikan malam hari), Alprazolam 1 x 0,5 mg (malam), syr Laxadine 2 x CI, Inj. Cefotaxim 1gr / 8 jam i.v, dan paracetamol 3 x 500 mg.
Pada tanggal 8 Januari 2010, dilakukan angiografi koroner dengan hasil :
Left Main : Normal
LAD : Stenosis 90% di proximal sebelum dan sesudah D1 dan Septal
LCX : Oklusi total
RCA : Stenosis 80% mid, Stenosis 90 % di PDA
Anjuran : CABG, yang akan diajukan pada Konferensi bedah
Gambar Angiografi koroner :
Telah dilakukan Echocardiografi pada tanggal 9 Januari 2010, dengan hasil :
Dimensi Ruang jantung : LV Dilatasi (EDD = 62,1mm)
Katup-katup : Normal
Wall motion : Hipokinetik segmen inferior basis, akinetik di inferior setentang mid dan basis, segmen lain normokinetik
Fungsi sistolik LV menurun (LVEF 45,4%)
Fungsi diastolik LV baik
Dilakukan konferensi bedah pada hari Senin 11/01/2010 dan diputuskan untuk dilakukan operasi CABG pada tanggal 21-01-2010, kemudian dilakukan persiapan yaitu :
- Konsul gigi & mulut, THT, paru, Posyansus, Anestesiologi, Bedah thorax
- Persiapan darah PRC10 bag, Trombosit 10 bag, FFP 10 bag, Kriopresipitat 10 bag.
Pada tanggal 21-01-2010
Dilakukan operasi CABG dengan graft :
- LIMA – LAD
- SVG – LCX
- SVG – PDA
Pasien pindah dari ICU bedah jantung ke CVCU pada tanggal 22/01/2010
Pada tanggal 25/01/2010, pasien mulai melakukan rehabilitasi.
Selama perawatan, kondisi pasien stabil dan setelah menjalani rehabilitasi tahap 2 berupa penggunaan sepeda statis dan aktifitas pribadi yang ringan. pasien telah diperbolehkan untuk rawat jalan pada tanggal 30/01/2010 dengan gambaran EKG terakhir dengan irama sinus, QRS rate 72 kali permenit, right axis deviation, gelombang P normal, PR interval 0,12”, QRS duration 0,08”, R/S >1 di V1 dan V2, T inverted di III, aVF , V5- V6, LVH dan VES tidak dijumpai.
DISKUSI
Infark miokard posterior sering tidak terlihat pada pemeriksaan Elektrokardiogram 12 lead dimana dapat terjadi kegagalan untuk mendeteksi kejadian elevasi dari ST segmen3-4. Diagnosa Infark posterior berdasarkan EKG ditegakkan berdasarkan mirror image dari dinding posterior lead precordial4. Infark posterior bukan merupakan posisi kejadian infark yang sering terjadi, namun ketika muncul, sering sekali tidak terdiagnosa. Keterlambatan diagnosa membuat terapi dapat terabaikan ataupun memperlambat terapi terutama pemberian revaskularisasi ataupun fibrinolytic yang emergency2.
Terminologi dari Infark posterior digunakan untuk menjelaskan keadaan necrosis, bagian infraatrial dari ventrikel kiri yang berlokasi pada sulcus atrioventrikular1 yang mendapat perdarahan dari arteri left circumflex.
Studi epidemiologi terdahulu menunjukkan bahwa pada infark miokard posterior kejadian peningkatan elevasi ST segmen terjadi sekitar 3 sampai 4 % dari seluruh pasien dengan Infark Miokard Akut (AMI) dan sebanyak 20 % pada AMI tanpa peningkatan ST Segmen pada EKG 12 lead3.
Patofisiologi dari infark posterior tidak memiliki perbedaan dari infark lainnya. Lebih dari 90% kejadian Acute Coronary syndrome (ACS) berasal dari ruptur plak aterosklerosis dengan memicu agregasi platelet dan terbentuknya thrombus intra coroner5.Oklusi parsial dari thrombus adalah penyebab dari kejadian unstable angina dan non ST elevasi myocard infark (NSTEMI), jika thrombus secara total menyebabkan oklusi arteri koroner, akan terjadi hasil iskemik yang lebih lanjut serta nekrosis yang lebih luas akan menyebabkan manifestasi sebagai ST elevasi miokard infark (STEMI).5
Patogenesis dari Thrombus Koroner5
- Atherosclerosis
- Plaque Rupture Dysfungsi Endotel
↓ Vasodilator effect Antithrombotic ↓
Platelet activation and aggregation
Presentasi klinis dari Infark miokard posterior tidak memiliki perbedaan dengan infark miokard lainnya1. Diagnosa dari infark miokard posterior penting pada fase akut karena beberapa alasan. Pasien dengan infark di inferior atau lateral yang juga terkena infark posterior memiliki infark yang luas dimana komplikasi resiko dapat meningkat seperti disfungsi ventrikel ataupun kematian1.
Diagnosa dari infark miokard posterior ditegakkan berdasarkan pada klinis pasien yang sesuai dengan angina dan perubahan EKG pada pasien serta pemeriksaan laboratorium yang disokong dengan peningkatan enzim jantung. Diagnosa ditegakkan bila pada EKG ditemukan elevasi segmen ST pada V7-V9, Dimana sebelumnya dicurigai dengan adanya Gelombang R yang tinggi di precordial lead serta adanya depresi segmen ST pada precordial lead seperti pada lead V1-V3 yang merupakan mirror image dari daerah posterior1,2,3,4.
Dikatakan bahwa kriteria untuk Infark miokard posterior adalah1
Pada EKG 12 lead standar dijumpai1 :
- Depresi segmen ST pada lead V1-V3
- Gelombang R yang prominen
- R/S ratio > 1 pada lead V2
- Gelombang T yang prominen di V1-V3
- Kombinasi dari ST Depresi yang horizontal dengan Gelombang T yang positif pada V1-V3
- Berhubungan dengan infark akut inferior dan / atau lateral
- Dijumpai ST elevasi ≥ 1 mm pada lead posterior dari ECG (lead V7-V9)
Untuk mendeteksi dugaan arteri koroner yang terkena juga dapat dengan melakukan pemeriksaan EKG yang dapat memberikan hasil seperti6 :
Oklusi pada arteri koroner kanan
Perubahan pada gambaran EKG dapat terlihat : ST depresi di lead I, ST elevasi yang lebih tinggi pada lead III dibandingkan pada lead II proximal, ST elevasi lebih dari 1 mm dengan gelombang T positif pada lead V4 R , ST Isoelektris dengan gelombang T positif pada lead V4 R
Oklusi pada Arteri koroner Left Circumflex Perubahan pada gambaran EKG dapat terlihat : ST elevasi yang lebih tinggi pada lead II dibandingkan dengan lead III, ST isoelektris atau elevasi pada lead I, ST isoelektris atau depresi dengan gelombang T negatif pada V4R ekstensi ke dinding posterior, ST depresi pada precordial lead ekstensi ke dinding lateral, ST elevasi pada lead I, aVL, V5 – V6.
Oklusi Arteri koroner descenden kiri
Perubahan pada gambaran EKG dapat terlihat :
Untuk proximal ke cabang septal pertama dan cabang diagonal pertama
Perubahan EKG yang terlihat adalah : ST elevasi pada lead aVR dan aVL, ST depresi pada lead II, III dan aVF, ST elevasi pada lead V1 (> 2 mm) dan lead V2 – V4, ST isoelektris atau depresi pada lead V5 dan V6
Untuk distal sampai cabang septal pertama , proximal sampai cabang diagonal pertama, perubahan EKG yang terlihat adalah : ST elevasi pada lead I dan aVL, ST depresi pada lead III ( lead II isoelektris), ST elevasi pada lead V2 – V6 tidak pada V1
Untuk distal sampai cabang diagonal pertama, proximal sampai cabang septal pertama, perubahan EKG yang terlihat adalah : ST depresi pada aVL, ST elevasi pada lead inferior tertinggi pada lead III, ST elevasi pada lead V1 – V4
Untuk distal LAD, perubahan EKG yang terlihat adalah : ST depresi pada aVR, ST elevasi di lead inferior tertinggi di lead II, ST elevasi di lead V3 – V6.
Oklusi pada Left Main
Perubahan EKG yang terlihata adalah : ST elevasi pada lead aVR, ST elevasi pada lead V1 (lebih rendah dari aVR), ST depresi pada lead II dan aVF.
Atau pada contoh lain dapat dilihat juga. ST elevasi dan/ atau hiperakut T yang terlihat pada :8
1. 1 lead atau lebih pada lead precordial (V1 – V6) dan lead I dan aVL dengan akut transmural anterior atau iskemik dinding anterolateral.
2. Lead V1 – V3 dengan anteroseptal atau apical.
3. Lead V4 – V6 adalah daerah apikal atau iskemik lateral
4. Lead II, III dan aVF adalah daerah inferior
5. Lead sisi kanan menunjukkan daerah iskemik ventrikel kanan.
Infark dinding posterior yang terlihat pada lead V7 – V9 yang dipasang pada bagian belakang dapat menunjukkan lesi pada Arteri koroner Kanan atau Arteri circumflex kiri. Lesi ini secara tidak langsung diperlihatkan pada reciprokal V1 – V3 berupa gambaran ST depresi.
Penatalaksanaan dari infark miokard posterior tidak berbeda dengan infark miokard lainnya.
Tatalaksana di Ruang Gawat Darurat7
Tirah baring, Pemberian Oksigen 4 l /menit, Aspirin 160 – 325 mg (dikunyah), Nitrat 5mg SL (dapat diulang 3x) lalu secara drip jika nyeri masih dirasakan, Tentukan pilihan revaskularisasi dan reperfusi miokard harus dilakukan pada pasien STEMI akut dengan presentasi ≤ 12 jam, Clopidogrel 300 mg peroral (jika sebelumnya belum pernah diberi), Morfin i.v. nyeri tidak teratasi dengan nitrat
Tatalaksana di Ruang Perawatan Intensif7
Monitoring kontinu 24 jam, Pemberian nitrogliserin, Aspirin : selanjutnya 75 – 162 mg sehari, Clopidogrel : Setelah loading 300 mg, dilanjutkan dengan 75 mg dalam sekali sehari, pemberian beta blocker : diberikan bila tidak ada kontraindikasi dan dilanjutkan hingga dosis optimal, ACE inhibitor, Angiotensin Receptor blocker (ARB) : bila intoleran terhadap ACE inhibitor, Heparinisasi : Diberikan pada infark anterior luas, resiko thrombus, LV fungsi buruk, Atrial fibrilasi, curiga thrombus intrakardiak, STEMI > 12 jam tanpa revaskularisasi, Pengobatan mengatasi nyeri, Anti ansietas, dan Pencahar.
Pada kasus ini diagnosis infark miokard posterior tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan EKG standard 12 lead, meskipun didapati peningkatan enzim jantung. Diagnosa infark posterior ditegakkan setelah dilakukan EKG pada lead V7 – V9 dan didapati peningkatan ST segmen pada lead V7 – V9. Namun juga terjadi infark di lokasi lain yaitu II, II dan aVF untuk daerah inferior, dan V5-V6 untuk daerah lateral.
Manifestasi klinis dari infark posterior tidak berbeda dengan infark miokard lainnya. Demikian juga dengan penatalaksanaannya.
Pasien ini sebelumnya dirawat di RS Kutacane dan telah mendapatkanpengobatan infark miokard berupa pemberian LMWH, clopidogrel, furosemide, ISDN. Kemudian os dirujuk ke RSHAM untuk perawatan lebih lanjut.
Pada perjalanan penyakitnya, penderita telah dirawat di ruangan CVCU selama 5 hari, kemudian dilakukan angiografi koroner dan didapati hasil 3VD (Stenosis di LAD, RCA & PDA, serta oklusi total di LCX) dan jika diperbandingkan dengan gambaran Elektrokardiogram didapati hasil yang sesuai. Kemudian pada pasien, dilakukan tindakan CABG dengan 3 graft dan setelah operasi kondisi pasien baik. Rekaman elektrokardiogram pasca dilakukan operasi menunjukkan hasil irama sinus, QRS rate 72 kali permenit, right axis deviation, gelombang P normal, PR interval 0,12”, QRS duration 0,08”, R/S >1 di V1 dan V2, T inverted di III, aVF , V5- V6, LVH dan VES tidak dijumpai.
Kondisi pasien pasca operasi dalam kondisi baik, luka operasi menunjukkan penyembuhan yang baik. Pada pasien telah dilakukan rehabilitasi tahap 2 dengan kegiatan sepeda statis dan aktifitas ringan. Selanjutnya pasien telah diperbolehkan untuk pulang berobat jalan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Van Goreselen. EOF, Verheught F.W.A, Meursing. B.T.J, Ophuis.A.J.M. Posterior myocardial infarction : the dark side of the moon.Neth Heart Journal. 2007 January; 15(1) : 16-21. Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1847720/bin/nhj1501602
2.Lim. HC, Goh. SH, Fadli. MF. Mohd, Isolated posterior acute myocardial infarction presenting to an emergency department : diagnosis and emergent fibrinolyticc therapy. Hong Kong J. Emerg. Med. Vol 15(1). Jan 2008.
3. Matetzky. Shlomi, Freimark. Dov, et al. Acute Myocardial Infarction with Isolated ST- Segment Elevation in Posterior Chest Leads V7 – 9: “ Hidden” ST- Segment Elevations Revealing Acute Posterior Infaction. Journal of the American College of Cardiology. Vol 34, no. 3,1999. 748-53.
.
4. Matetzky. S, Freimark. D, Chouraqui. P, et al. Significance of ST segment elevations in posterior chest leads ( V7 – V9) in patirnts with acute inferior myocardial infarction : application for thrombolytic theraphy. J.Am. Coll. Cardiol. 1998; 31; 506-511.
5. Naik. Haley, Sabatine. Marc S, Liliiy. Leonard. Acute Coronary Syndrome. Chapter 7. Patophysiology of Heart Disease.Leonard. S. Lilly. 4th edition Lippincott Williams & Wilkins.168-196
6. Del-Carpio Munoz. Freddy, Myerburg. Robert J. Castellanos. A. The Resting Electrocardiogram. Chapter 2.Hurst’s The Heart: Manual of Cardiology.O’ Rourke, Walsh, Fuster. 12th edition.200916-29. Mc Graw Hill.
7. Diagnosa dan tatalaksana infark miokard akut dengan elevasi segmen ST. Bagian 4. Penyakit jantung koroner. Bab 3.Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia 2009. Edisi ke 2.87-93.
8. Goldberger. Ary.L, Mirvins. David M, Electrocardiography. Chapter 9. Braunwald’s Heart Disease A Textbook of Cardiovascular Medicine. Zipes, Libby, Bonow, Braunwald. 7th Edition.2005. 107-152
Tidak ada komentar:
Posting Komentar